Sang Mu'adzin dan Sipemilik Mata Indah


Adzan maghrib adalah hal yang paling dinanti-nantiikan bagi orang yang sedang berpuasa. Melodi suara adzan akan menjadi melodi paling indah untuk mengiringi buka puasa. Meski suara mu'adzin itu tak semerdu Bilal bin Rabbah r.a, mu'adzin yang dijanjikan surga untuknya. Mu'adzin yang ketika wafatnya ,Rasulullah menitikkan air mata untuknya. Oh adzan maghrib segeralah berkumandang, aku tengah menantikanmu seperti yang lain tengah menantikanmu.
Sahabatku Ririn hanya geleng-geleng kepala melihat tingkahku yang terus saja melihat jam dinding, sambil mondar-mandir keluar untuk memastikan adzan maghrib.
"Allohu akbar.. Allohu akbar.." Akhirnya kumandang adzan maghribpun tiba. Tapi bukan segera melahap makanan yang sejak tadi kusiapkan, aku malah menganga terhanyut dengan alunan merdu mu'adzin itu. Jika saja aku tahu suara Bilal bin Rabbah yang suaranya merdu, mungkin mu'adzin yang saat ini kudengar adalah salah satu mu'adzin terbaik diantara yang terbaik. Bathinku. Merdu nian suara mu'adzin itu, hingga tak terasa air mataku menetes.
"Zahra! Ayo buka puasa, udah adzan nih." Seru Ririn.
"Hah..ehh iya apa?" Tanyaku kaget.
"Bukannya buka puasa malah senyum-senyum sendiri." Ledeknya, sambil mengisikan air ke gelasku. Aku hanya tersenyum malu dengan tingkahku. Ada apa denganku ini? Untuk pertama kalinya aku menangis karena suara adzan. Ah mungkin aku terlalu terbawa suasana. Karena biasanya kumandang adzan yang kudengar adalah suara adzan ayahku. Oh ayah, anakmu tengah merindukanmu, meski suara adzanmu tak semerdu kumandang adzan maghrib yang baru saja membuatku terhanyut. Bathinku.
***
Menjelang shubuh tiba, aku sudah terbangun. Sipemilik mata indah itu menghantuiku lagi. Dia datang dimimpiku dengan misterius. Ini untuk kesekian kalinya dia datang dimimpi seusai isthikhorohku. Hingga akhirnya aku terbiasa bangun lebih awal dari kumandang adzan shubuh. Shubuh yang dimana orang-orang tengah terlelap dengan mimpinya. Angin dingin yang menusuk kulit membuat mereka semakin enggan untuk bangkit dari tidurnya. Hanya sebagian kecil saja dari sekian manusia dimuka bumi ini yang bangkit memuja keAgunganNya. 
"Allohu akbar... allohu akbar..." Suara adzan shubuh berkumandang. Membuat sebagian orang terganggu dengan suaranya. Mereka malah semakin terlelap dalam tidurnya dengan selimut yang membaluti tubuhnya. Ah, jika saja kalian tahu sejuknya pagi ini dan betapa merdunya suara mu'adzin ini. Aku yakin kalian akan segera terbangun untuk menunaikan perintahNya. Mu'adzin itu lagi, aku terhanyut kembali dengan suara indahnya yang penuh penghayatan. Aku lantas naik menuju balkon, agar suaranya terdengar jelas. Lalu kupejamkan mataku. Kunikmati setiap alunan suara sang mu'adzin itu. Bersama semilir angin shubuh yang menyelusup menusuk kulitpun tak kuhiraukan.
"Duaaaarrr... lagi ngapain sih?" Seru Ririn dengan suara lantangnya. Aku terhenyak kaget.
"Ririn, bisa gak sih kalau mau nyapa salam dulu." Ucapku kesal.
"Hehe maaf, lagian kamu ngapain sih? Shubuh-shubuh dibalkon." Katanya penasaran. Aku tertegun sejenak. Saking terhanyutnya adzan shubuh sudah berhentipun aku tak sadar.
"Ya ampun, kenapa baru bilang?" Kataku sambil berlari meninggalkan Ririn yang masih kebingungan.
***
"Ra, ikut aku yuk!" Kata Ririn disuatu pagi.
"Kemana?" Tanyaku.
"Kepengajian rutin, Nisa bilang penceramahnya ganteng lohh." Katanya dengan mata berbinar.
"Gak mau ah, niatnya juga udah gak bener gitu." Tolakku, sambil kembali membaca novel.
"Yahh... Zahra, kitakan udah dua kali pertemuan gak dateng terus." Rengeknya, seperti anak kecil yang merengek minta dibelikan balon pada ibunya.
"Iya deh iya,.niatnya karena Alloh kok." Tambahnya lagi, dengan mata memohon. Berharap aku mengiyakan. Aku hanya mengangguk.
***
Sesampainya ditempat pengajian, ada sesuatu yang menghentikan langkahku. Aku berhenti sejenak. Lalu menoleh kebelakang, Sipemilik mata indah itu! Seruku dalam hati. Persis seperti dalam mimpiku. Dengan dibalut shorban putih dia menutup sebagian wajahnya. Hingga yang terlihat hanya mata indahnya saja. Namun, belum sempat kucari tahu, pria itu sudah menghilang diantara kerumunan orang yang lalu lalang.
"Ra! Ayo masuk! Kenapa bengong?" Seru Ririn.
"Astaghfirulloh Ririn, bisa kan sekali aja gak ngagetin orang?" Gerutuku kesal. Lalu aku melangkahkan kaki kembali.
Sepanjang pengajian berlangsung, pikiranku hanya terfokus pada pria pemilik mata indah itu. Mata yang ketika memandangnya seakan memandang kesejukan yang tak pernah terbayangkan. Laksana tengah berteduh dibawah pohon yang rindang untuk berlindung dari teriknya panas matahari. Siapa pria pemilik mata indah itu? Apakah dia jodohku? Mengapa dia sering hadir dimimpiku setiap usai melakukan sholat istikhorohku? Kapankah hijab istikhoroh itu kan terbuka? Seketika aku teringat pada mu'adzin bersuara indah itu. Apakah pria bermata indah dengan mu'adzin itu adalah orang yang sama?
Entahlah..

Bersambung..**


*Referensi gambar dari google 





2 komentar:

  1. kalo saya nunggu makannya, bukan nunggu adzannya

    BalasHapus
  2. Kan makan sebab makan ditunggu itu karena nunggu adzan maghrib tiba. Jadi adzan magrib dong yg ditungguin, ditungguin karena nungguin makan. Gitu kan.
    *nah loh pusing

    BalasHapus